Wednesday, August 5, 2020

Puisi 11

Goresan Rasa Kopi

Dingin menyayat hati

Ditemani selembar kertas malam ini

Goresan luka berharap akan terganti

Dengan kehadiranmu yang ku nanti

          Ingin ku panggil namamu

          Tetapi batinku masih ragu

          Mungkin ragaku dekat denganmu

          Tapi di mana tempat untuk perasaanku?

Pagi berganti siang, siang berganti malam

Aku hanya berharap

Aku dan kamu berubah menjadi kita

Kita yang menempuh untuk hidup bersama

Menikmati kopi di ruang rindu

Pahit ketika kita terpisah oleh jarak dan waktu

Panas ketika saling cemburu

Manis ketika saling merindu

Hangat ketika kau peluk tubuhku

          Terimakasih untukmu

          Senyummu penghias hari-hariku

          Dengan tulus tanpa sesuatu yang pilu


Puisi 11

Akuntan Guna Rakyat

Coretan peristiwa fana

Ku catatkan dalam jurnal harian

Tak sepercik pun nampak indah

Yang ada  hanya rintihan rakyat terluka

Tawa hilang diredam

Akankah kita hanya diam? terus membungkam?

Nahasnya proletar dikelabuhi regulasi oligarki

            Renungkanlah

            Peristiwa deplesi sumber daya alam

            Peristiwa dekadensi sumber daya manusia

Perbuatan mengais kekayaan

            Segala ditempuh dengan menegasikan Tuhan           

Api membara bulatkan tekad

Ku rela mati membela rakyat

Untuk mengoreksi keuangan tersirat

Naluri melenyapkan korupsi

Titik mula kemakmuran negara

Angin berhembus menghapus luka

Nasionalis salah satu cara yang berguna

Puisi 11

Doa untuk Nusantara

Simpang siur kabar duka

Mataku meneteskan air mata

Mirisnya melihat realita di Nusantara

Bangsaku dilanda bencana

Kupinta doa pada Yang Maha Kuasa

Ya Rabb, jadikanlah Nusantara damai dan sejahtera

            Lihatlah rakyat bercucuran darah

            Dengarkan rakyat yang hanya bisa pasrah

            Ya Rabb, kuatkanlah Nusantara menghadapi berbagai masalah

            Lindungilah rakyat akibat polah tingkah, korporat-korporat serakah

Ya Rabb, kabulkan segala permintaan

Dalam doa-doa yang t’lah ku lantunkan

Hari esok adalah harapan

Negaraku tentram dan aman, Aamiin Aamiin Ya’ Robbal Alaminn


Puisi 10

Merdeka bukan Retorika Belaka

Wahai pemuda Indonesia

Mari beraksi membela negara

Kobarkan semangat api yang membara

Menjaga bangsa yang sudah merdeka

            Wahai pemuda Indonesia

            Gugurnya pahlawan kita

            Rela mengorbankan jiwa dan raga

            Gerilya untuk Indonesia merdeka

Wahai pemuda Indonesia

Goreskan tinta darah perjuangan

Lukiskan mimpi tengah malam sinar Rembulan

Mengukir sejarah dalam peradaban

            Wahai pemuda Indonesia

            Ingatlah merdeka bukan seperti dinding hiasan

            Sebagai gantungan jam dan foto kenangan

            atau hanya pajangan dalam ranah pencitraan

            Ibarat kata abstrak seolah tanpa perlakuan

            Apa niatmu sekarang maka lakukan

            Tau kadar antara hak dan kewajiban


Puisi 9

Politik Akuntansi

Ditemani secangkir kopi

Aku belajar ilmu Akuntansi

Tercipta karena cinta, di antara fajar dan senja

Engkau lahir dengan rasa sederhana

Aku mendengarkan catatan-catatan kisahmu

Pada ratapan dinding kupikir kopi itu candu

Melukiskan pahitnya kebohongan dan manisnya kebenaran

 

Ditemani sang surya pagi hari

Politik menjadi temanmu disaat menghisap rokok

Bukankah benar?

Kepulan asap menyelimuti ruangan

Di mana ada uang, di situ ada jabatan

Perilaku kerah putih yang tidak transparan, batin akuntansi menduga

Demokrasi negara ini sudah sakit teman

Penyakit korupsi menyebar

Napas rakyat kini sesak, mencium aroma pundi-pundi keuangan

Hilangnya pertanggungjawaban, oleh korporat dana publik berakhir tersesat

Bumi pertiwi berlinang,

Kepada sang surya aku meminta,

Pinjamkan selimut sebagai penghangat, dan cahaya sebagai penerang.

Untuk bangsa yang ku sayang


Puisi 8

Secangkir Kopi Kala Rintik Hujan

Ku nyalakan sebatang rokok.
Kepulan asap t’lah ku hisap,
sesak, rindu ini harapku kau usap.
Sapaanmu terdengar samar,
bersama melodi rintik hujan.

Ku pesan secangkir kopi malam ini,
bertabur pahitnya perpisahan,
bertabur manisnya pertemuan,
bertabur hangatnya pelukmu, sayang.
Kini, sedihmu ku seduh perlahan-lahan.

Kasih...
Kau, kopi, kata, dan kita,
ibarat lampu pijar penerang shyam.
Ingatlah, kepingan-kepingan kenangan,
renjana baswara dipandang ingatan, bukan?
Sekarang mari berbincang untuk kita di masa depan.

Doaku kepada Tuhan.
Semoga kita bisa saling bersandar,
menikmati hari-hari sampai di usia rimpuh,
menghirup embun fajar dan menatap langit senja.
Tuhan, jadikan cinta ini baka
untuk selamanya, Aamiin..

Tuesday, October 30, 2018

Puisi 7


Toku Hanareta

Dingin menyayat hati

Di tepi ini jalan ku bawa bolpoin dan buku 
Ku menantikanmu
Entah apa yang ada dalam benakku

Ingin ku panggil namamu
Tapi aku ragu
Kalimat apa yang ku ungkapkan padamu

Jika kau berada di dekatku
Batinku bertanya
Mungkin ragamu berada didekatku
Tetapi di manakah tempat untuk perasaanku?

Saat senja berubah menjadi malam
Aku hanya berharap, agar sikapmu tak ikut berubah

Untuk satu tahun berlalu
Ku berterimakasih padamu
Senyumu menghiasi hariku
Dengan tulus, tanpa sesuatu yang pilu